Merah Putih
merah adalah berani
warna ksatria yang gagah
membela negeri
tapi bila hanya merah
yang ada hanya darah
putih adalah suci
warna sang perawan
bersahaja dalam diri
tapi bila hanya dia
yang ada hanya hampa
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Related quotes
Kenapa bilang cinta
Kenapa bilang cinta
Bila hanya sekejap mata
Kenapa bilang suka
Bila cuma di bibir saja
Kenapa bilang cinta
Bila untuk status semata
Kenapa bilang saying
Bila bukan aku yang dibayang
Kenapa bilang cinta
Bila semuanya pura-pura
Kenapa bilang peduli
Bila sebenarnya tak ada di hati
Kenapa bilang cinta
Bila kata-kata tak dimakna
Kenapa bilang takdir
Bila nantinya berakhir
Kenapa bilang cinta
Bila tak cukup rasa
Kenapa bilang segalanya
Bila akhirnya tak bersisa
Kenapa bilang cinta
Bila alasan lain tak berguna
Kenapa bilang bahagia
Bila terus tersiksa
Kenapa bilang cinta
Bila selalu terpaksa
Kenapa bilang tak masalah
Bila berpisah karena berubah
Kenapa bilang cinta
Bila besok lalu lupa
Kenapa bilang selalu ada
Bila sepi kian mendera
Kenapa bilang cinta
Bila tak berusaha percaya
Kenapa bilang mencoba
Bila menghindari terluka
Kenapa bilang cinta
Bila berharap sebaliknya
Kenapa bilang mengerti
Bila tak pernah tepati janji
[...] Read more
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cinta tak termiliki
Cinta…
Sendirian aku termenung
Mengenang dia yang tak termiliki
Sendirian…..
Sendiri aku lagi dalam kegelapan
dalam kekosongan jiwa yang nyata
tanpa dia….
Cinta, aku sendiri
Mencintainya, cinta..aku …..cinta
Tapi
Sendiri aku terus…
Tenggelam aku dalam renungan bundar matanya
Betapa redupnya…betapa indahnya
Tapi sendiri aku terus…
Mengenang dia yang tak termiliki
Bahgia bila mendengar bicaranya…
Tapi…
Lemah tanpa suaranya
Syurga aku lihat senyumnya
tapi…
Sedih bila hadapi amarahnya
Bangga aku dengar pujinya
Tapi…
Kecewa bila kudengar sindirnya
Ingin aku mengenalnya
Ingin aku milikinya
Ingin aku cintainya
Tanpa dia tau …
Tanpa dia mengerti…
Betapa dekat hadirnya, tapi.. jauh jiwanya
Ingin kusentuh selalu biar hati tenang
Biar jiwa lapang…
Tapi termenung aku terus mengenang cinta
Yang tak termiliki….
Hati ingin miliki
Hati ingin …. Hati ingin
Tapi termenung aku terus
Dibalik tabir jiwa yang tak mungkin aku miliki….
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sang Pujaan
Dia terus saja memandangmu
Gadis yang melihat dari atas jendela
Dan gadis yang berpapasan di jalan
Dia jelas-jelas mengagumimu
Gadis pembuat kue
Dan gadis anak penjahit
Tapi mungkin kau tak menyadarinya
Hatimu begitu dingin dan acuh
Dia pasti mengincarmu
Gadis putri tuan tanah
Dan gadis penyanyi bar itu
Dia juga diam-diam mencintaimu
Gadis pemalu yang tak sanggup memandangmu
Dan gadis sahabat yang ada di dekatmu
Tapi mungkin kau tak peduli
Hatimu sangat dingin dan tak tersentuh
Siapakah dia yang akan kau ajak ke pesta?
Siapakah dia yang akan kau ajak berdansa?
Gadis yang cantikkah atau biasa saja
Siapakah dia yang akan kau pilih?
Siapakah dia yang mencuri perhatianmu?
Gadis yang ceriakah atau gadis yang lembut
Seisi kota begitu ingin tahu tentangmu
Tapi kau masih saja berjalan dengan santai
Mengapa kau begitu mempesona setiap gadis?
Mengapa tak kau pilih salah satu saja?
Gadis yang kau kenal baik atau gadis yang dijodohkan
Berilah kesempatan pada para gadis untuk mendapatkanmu
Juga beri kesempatan para pria untuk mendapat gadis
Bila tak juga mencari seisi kota akan menjadi gila
Dia yang mencintaimu akan menyelamatkanmu
Dia yang kau cintai akan menyelamatkan kami semua!
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Yang Yang
Yang yang holds on to a giant phone,
Yang yangs soft voice goes on and on,
I hate you, I hate you, where did it go wrong?
Yangyang goes talking to himself on the phone.
Yang yang sends his men pebbles and stones,
Yang yang rips his women down to the bones.
I own you, I own you, so give us a song,
Yangyang goes talking to his world on the phone.
Yang yangs born with a phone cord round his neck,
Yang yang never fails to stick to his kick.
I want you, I want you, youre making me sick.
But yangyang, the chords never long enough
To reach your mommys trick.
Yang yang yang yang yang,
Yang yang yang yang yang,
Yang yang, snap out,
Give up, cut out,
Tune up and join us,
Join the revolution,
Join the revolution.
No kick is good enough for lifetime substitution,
No brick will give you a lifetime consolation.
And whether you dig it or not,
We outnumber you in population.
And leave your private institution,
Get down to real communication,
Leave your scene of destruction
And join us in revolution.
Yang yang yang yang yang,
Yang yang yang yang yang,
Yang yang, wake up,
Give up, cut out,
Come out and join us,
Join the revolution,
Join the revolution.
song performed by Yoko Ono
Added by Lucian Velea
Comment! | Vote! | Copy!

Waktu yang Tepat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita secepat kilat
atau sewaktu berhitung cermat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila bergerak mendekat
atau bersabar menunggu penjerat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita melihat
atau ketika tak ada yang berbuat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita terus memahat
atau dimana semua sudah tersurat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kehormatan terdesak
atau kala keberanian terdapat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila musuh merapat
atau sewaktu tak terlambat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita menangkap waktu yang sesaat
atau saat melepas semua pemberat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila semua selamat
atau ketika datang mujizat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila emosi memuncak
atau dimana yang berkuasa adalah akal sehat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila janji sudah terikat
atau kala hidup dipenuhi karat
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sebuah bom yang meledak bernama sunyi (Indonesian)
: Teungku Abdullah Syafii in memoriam
(1)
Bilakah ini harinya bom yang engkau lemparkan bersama
Butir udara berinteraksi memekatkan cinta
Yang dinamakan kesumat tak akan ada yang
Bisa kuperbuat kecuali
Menikam waktu dan sebuah bom yang
Meledak engkau sebut sunyi,
Dari lukakah mengalirkan darah
Yang engkau sebut cinta yang
Akhirnya menghantarkan
Pada kilatan api dalam ketiadaan,
Ketiadaan Teungku yang menemukan
Aliran darahnya, ketiadaan hamba tanpa sunyi,
Dan engkau lemparkan sunyi, engkau lemparkan
Kepada waktu:
Sebuah bom meledak bernama sunyi
Lalu aku mencatatnya dengan cinta
(2)
Teungku: duka duri semak ada di dadamu, cinta manakah
Yang hendak dikuburkan, aku tepiskan
Tanpa memilih hidup ini akan dikemanakan
Mungkin bersama bayang-bayang hujan lalu
Sunyi ini akan diberikan kepada siapa?
Siapakah pembunuh waktu yang tak mengerti:
Luka ini berasal juga dari Cinta
Cinta berasal muasal dari duka keabadian
Mungkin kita ini bangsa yang lupa
Bahwa bendera kita bukanlah kemenangan
Tetapi kekalahan berkepanjangan
Sebagai hamba Duli Paduka, cinta manakah?
Bagai berondongan pertanyaan ini menyergap
Dan Teungku: dekaplah damai keabadianMu
(3)
Duka sergap kematian ini semakin lekat, bila moncong menganga
Selalu berarah kepadamu, kenangan apakah
Jejak bayang-bayang hujan terlalu samar
Untuk siapakah engkau kirim kegelisahan ini
Senyap rerumputan memagut lelapmu
Sungai berdiri diam bisu
Menorehkan sederet kebahagiaan
Lewat peluru, mesiu dan bayang-bayang
Mawar, cinta dan kematian
Tak ada yang lebih menarik lagi
Tak ada yang lebih menarik lagi
[...] Read more
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

The Dangerous Man
Kebodohan adalah andalan ku
Kemunafikan adalah topeng ku
Luka adalah tameng ku
Buang jauh-jauh nuranimu
Buang jauh-jauh simpatimu
Kesusahan adalah kehidupanku
Kesendirian adalah suaka ku
Tersesat adalah jalan ku
Berpura-puralah karena aku takkan peduli
Berbohonglah karena aku akan selalu tahu
Kegilaan adalah kesenangan ku
Tangisan adalah kelegaan ku
Kegelapan adalah permainan ku
Buang jauh-jauh jiwamu
Buang jauh-jauh hatimu
Amarah adalah gairah ku
Kesinisan adalah kata-kataku
Keluhan adalah makanan ku
Rayulah karena aku takkan tergoda
Bicaralah karena aku takkan percaya
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Menatap lurus matamu (Indonesian)
lalu belajar mengerti dari awal,
membaca kembali ejaan yang tak pernah kau berikan,
karena sebagaimana pengertian dari awalnya
bermula dari keterpaksaan,
penderitaan yang dijalani,
akar tunjang yang membelit tumbuh
di pokok batangnya,
rumput yang tumbuh
di segala musim,
kerelaan yang tumbuh
dari bola matamu,
memperkaitkan sepi pada pengertian,
alam benda-benda yang ada di kerajaan hati,
entah berapa kali aku mengemis padamu,
jangan buatkan sarang laba-laba yang menjebakku,
jadi magsamu,
terpikat masuk ke bola matamu,
terjebak sukma ruhmu,
melewati aliran nadi,
memenuhi hasrat,
pelajaran apalagi ini?
bermula dari kekosongan mengisi setiap rongga jiwa,
penderitaan adalah awal persetubuhan,
persetubuhan yang akan menjadi puing-puing
kenangan dalam matamu,
hendakkah kau buang,
bagi matamu yang penyair,
barangkali akan tinggalkan sebagai kata,
yang kembali dieja dengan apa saja judul puisimu,
tetapi tetap saja persetubuhan kita tak kekal,
hanya kekal dalam matamu dan mataku,
suatu kali kita bangun kerajaan dalam semalam,
aku puaskan membangunkan pualam istana,
cuma dalam matamu,
setelah kekeringan yang punah,
dibakar, apalagi ini?
lalu belajar mengerti kembali…..
(2001)
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Difahami
Dalam kekerasan hati aku lihat ada kelembutan
yang tak pernah dapat terungkai
Dalam pedasnya kata-kata aku lihat kasih sayang yang
tak pernah dapatku mengerti
Dalam tajamnya renugan mata kulihat sinar
Matahari yang terik menyinari menyatakan
Betapa hati ingin dimengerti
Dalam halusnya suara dapatku dengar
dengusan-dengusan nafas yang lelah
menyatakan betapa diri ingin dihargai
Hanya kekerasan yang menutupi kelembutan
Hingga hadiryna tohmahan
Menutup cahaya mentari
Menista sinar kasih sayang
Namun…
Tidak akan pernah ada yang memahami
Selagi tiada yang cuba menyelami
Dari hati seorang insan
yang cuba untuk aku mengerti
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Padam
Apa yang kau dapatkan, hargailah
Apa yang dipinjam, kembalikan
Sebelum semuanya menghilang
Dan api di dalammu padam
Apa yang kau simpan, rawatlah
Apa yang kau buang, relakan
Bila api di dalam dirimu telah padam
Kenangan pun tak lagi bisa membakar
Mimpi pun tak bisa lagi bersinar
Jadi jangan berhenti dulu
Sebab dewa masih memberimu waktu
Sebelum semuanya memudar
Dan api di dalammu padam
Apa yang kau inginkan, kejarlah
Apa yang kau takuti, hadapi
Sebelum semuanya menghilang
Dalam kegelapan yang kelam
Apa yang kau jaga, sayangilah
Apa yang kau benci, tangisi
Karena bila api yang ada telah padam
Ingatan pun tak lagi berarti
Jalan yang lebar pun tak lagi menarik
Jadi jangan mencemaskan hal yang tak perlu
Sebab meski terlihat tak ada waktu
Dan angin tak mau membantu
Kobaran di dadamu masih belum padam
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Manusia
Manusia
Manusia kau sering terlupa
Telupa akan erti hidup mu
Terlupa akan erti kemanusiaan
Terlupa akan maksud kewujudan mu
Keghairanmu mengejar dunia,
Membuatkau lupa, alpa
Kau lupa pada saudara-maramu
Kau lupa pada insan disekelilingmu
Kau lupa pada usia yang semakin meningkat
Kau lupa pada amal ibadatmu
Kau lupa,
Kau lupa pada TUHAN
Manusia,
Tanpa kau sedari kau telah pergi…
Pergi jauh meninggalkan dunia
Kau pergi tanpa kau sedari…!
Dalam sekelip mata kau hilang segalanya
Dalam sekelip mata keindahan dunia lenyap dari pandanganmu,
Kau menangis,
Tapi untuk apa?
Kau meratap
Tapi untuk siapa?
Penyesalanmu sudah terlambat
Pada siapa ingin kau ingin meminta…
Pandanganmu kosong!
Ratapanmu sayu…
Tangisanmu pilu!
Tiada siapa yang bias mendengarmu
Tiada siapa yang bisa melihat kehadiranmu
Hanya kau disitu
Menatap sayu insan-insan di sekelilingmu….
Menatap sayu sekujur tubuh kaku disisi mereka
Tapi?
Tapi itu tubuh siapa?
Itu kau!
Itu kau! ! !
Tubuh kaku itu milikmu
[...] Read more
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Thespis: Act I
DRAMATIS PERSONAE
GODS
Jupiter, Aged Diety
Apollo, Aged Diety
Mars, Aged Diety
Diana, Aged Diety
Mercury
THESPIANS
Thespis
Sillimon
TimidonTipseion
Preposteros
Stupidas
Sparkeio n
Nicemis
Pretteia
Daphne
Cymon
ACT I - Ruined Temple on the Summit of Mount Olympus
[Scene--The ruins of the The Temple of the Gods, on summit of
Mount Olympus. Picturesque shattered columns, overgrown with
ivy, etc. R. and L. with entrances to temple (ruined) R. Fallen
columns on the stage. Three broken pillars 2 R.E. At the back of
stage is the approach from the summit of the mountain. This
should be "practicable" to enable large numbers of people to
ascend and descend. In the distance are the summits of adjacent
mountains. At first all this is concealed by a thick fog, which
clears presently. Enter (through fog) Chorus of Stars coming off
duty as fatigued with their night's work]
CHO. Through the night, the constellations,
Have given light from various stations.
When midnight gloom falls on all nations,
We will resume our occupations.
SOLO. Our light, it's true, is not worth mention;
What can we do to gain attention.
When night and noon with vulgar glaring
A great big moon is always flaring.
[During chorus, enter Diana, an elderly goddess. She is carefully
wrapped up in cloaks, shawls, etc. A hood is over her head, a
respirator in her mouth, and galoshes on her feet. During the
[...] Read more
poem by William Schwenck Gilbert
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Wajah Pagi di Wajahmu yang Malam Memancar Cahaya Malammu di Wajah Pagi
Sudah berapa banyak angka dari kalender
Merawat nyeri dari luka paragraf soliloqui
Pada bangunan yang dipurbakan
Setiap jeda waktu terteriak di mulutmu
Serupa dengung tawon dalam hutan
Deru suaramu meruwat perjalanan ngilu
Ngilu: Kau ceritakan lagi pagi ini
Seperti pagi yang lalu tanpa ingata
Mungkin di pagi yang lain, insomniamu
Dan kamu akan datang lagi, ceritakan nyeri
Pada kematian di hamparan panggung teater lengang
Lalu tegang di wajahmu
Lalu tenang seolah-olah
Pada bait-bait puisi
Yang kau sesalkan sebelum tidur
Lalu mimpi buruk melumat sesal
Sembunyikan ketakutan di bibirmu
Bibirmu: Cerita ngilu di sebuah pagi
"pada akhirnya batang tubuh berakal ini
menjadi analog-analog kecil dalam satwa
yang kau juga aku mengembunkannya
pada imajinasi untuk sesuap nasi."
Kau diam sebentar, bercakap kecil
Kulihat ke dalam matamu, ada luka
"Luka itu kawan, yang membuat senyum
di kanvas pagi yang ngilu pada ceritaku
selain luka tak ada lagi untuk sebuah cerita
dan kenangan hanya maut yang tak kukenal."
Kata-katamu menetaskan api pagi ini
Sebagaimana aksara di bibir penyair itu
Telah membakar puisi dan mengabu kini
Terhempas ke ladang-ladang petani
Terhimpit map-map plastik di kantor-kantor
Menempel di wajahmu sendiri
Pagi ini, lembut. Legam.
Kau diam kemudian
Sambil menunjuk jari ke tubuh ayam betina
Yang mencari makan sisa angin dan embun segar semalam
Jika hujan tak membawanya pergi
Dan kau tak mencolongnya untuk sepenggal diksi
"Lihatlah ayam betina itu, tenang dan tentram."
Sebab tak punyai kata-kata untuk luka
[...] Read more
poem by Selendang Sulaiman
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Puisi Sembilan Tabiat Cinta
Sembilan Tabiat Cinta
I.
Musim-musim hampiri cintaku. Padamu tak sempat kutitip rindu. Hujan pergi tinggalkan basah daunan. Aroma kembang menyemerbak ke udara. Tak ada wangi cintaku di sana. Segersang rindu di matamu akan diriku. Dahaga sepi dan nyerinya tertahan di atas sebidang dadaku. Resah bibirmu, terlampau suram kujamah warnanya. Apa kau tak mendengar degup musim menghujam jantung cintaku. Di sana rindu membiru di bibir waktu. Sebiru resahmu.
II.
Aku tulis tabiat cinta ini dengan ingatan terpenggal musim hujan. Terkambang bah di sungai coklat, terapung di selat kecil ditinggalkan para pengumpul pasir. Tak ada sauh tak ada jangkar untuk kulempar biar perahu waktu berhenti. Sebab laju perahu, nyeri gelombang lautan yang menderita di jantungku. Maka kutulis tabiat cinta ini atas nama rasa yang kurasa kesejukannya setiap embun jatuh seperti matamu menatapku.
III.
Aku mencintaimu bukan tanpa perhitungan, meski belum sepenuhnya tepat waktu. Tetapi aku tidak tergesa-gesa. Itulah sebabnya cintaku mengalir tenang. Serupa capung-capung senjahari terbang di atas hamparan padi menguning.
IV.
Cintaku hidup dari udara pagi di lembah-lembah, sawah dan ladang. Berhembus ke samudra mencipta awan. hujan deras adalah kesetiaanku padamu. Kesetiaan musim pada kesejukan. Dan apabila badai dan banjir datang itulah cemburu batinku yang sialan. Apa kau tak merasa ada kehidupan diantara jarak kita memandang?
V.
Kepadamu aku mencari kekuatan hidup dengan segala kesadaran dan fitrah kemanusiaan. Lalu cinta kubangkitkan di dalamnya dengan tangan-tangan api dan air. Hawa panas dan dingin adalah nafasku. Apa kau tak merasa hembusnya kekasih?
VI.
Tak ada kuasa untuk cinta. Jika ketakutan hadir sebab cemburu. Aku bicara dari lubuk bumi. Meski tak ada pohon bicara. Engkaulah maha pendengar kata-kata yang menjelma dedaunan dan reranting subur. Aku tersiksa oleh cinta. Kau tentu tak sudi mengurai air mata, ketika luka batinku menjeritkan nyeri letusan berapi. Tetapi, biarlah lahar panas menyulap rinduku.
VII.
Kita selalu bicara tentang cinta, nestapa, dan impian sejak pertemuan pertama. Meneguk anggur sampai mabuk, hingga kesadaran tunai di persimpangan menuju hidupmu-menemu hidupku. Kita sepakat lupakan segala, madu dan darah kita, lalu kita penuhi dengan air raksa.
VIII.
Cintaku, rasa sakit dari masa lalu, tak terasa oleh nyeri hari ini untuk masa depan.
IX.
Mari kita berdoa satu sama lain.
Yogyakarta,2011-2012
poem by Selendang Sulaiman
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Dalam Rindu
Bersamamu
Lalui hari-hari itu
Arungi lautan waktu
Dalam lagu
Dan cintaku
Sepertinya takkan layu
Bila kau tetap di hatiku
Dalam rindu
Kasihku
Kuingin sedikit kau tahu
Betapa berharga dirimu
Dalam hidupku
Tapiku
Tak ingin selalu menunggu
Gelisah dan tak menentu
Dalam ragu
Bersamamu
Meski kadang terasa pilu
Bagai tertusuk sembilu
Jiwaku sendu
Dan cintaku
Kuatkan raga dan jiwaku
Hadapi hari kelabu
Hujan dan salju
Kasihku
Coba kau dengarkan aku
Jangan terus hindariku
Lihat diriku
Karna ku
Tak ingin selalu terpaku
Hanya diam dan mengadu
Dalam kalbu
Akankah
Kau hapus semua gundah
Bagaikan sebuah anugerah
Ataukah itu hanya kata-kata indah
Kasihku
Kuingin sedikit kau tahu
Betapa berharga dirimu
Dalam hidupku
[...] Read more
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Setelah Perayaan
Terpuruk ku di sini
Di antara debu sisa-sisa kembang api
Awan di langit malam yang gelap
Kabut asap yang mengambang
Dengan bau mesiu habis terbakar
Tak ada lagi bunga yang berpendar warna-warni
Tak ada lintasan cahaya yang bersahutan bernyanyi
Bagaikan sebuah orkestra tanpa suara
Lalu aku kembali pada kesendirian
Keramaian lamat-lamat meninggalkan diriku
Yang terlalu lamban bergerak untuk mengejar mimpi
Yang kupunya hanya hasrat yang telah mati
Menunggu sejumput percikan api
Mengenaiku kembali
Dan aku akan melesat di tengah hitamnya langit malam
Berpendar dengan membakar seluruh diriku
Lalu aku akan menghilang dalam hujan bunga api
Berharap seseorang melayangkan pandang sekali
Diriku yang telah telantar dan dilupakan
Tanpa sempat memenuhi janjiku untuk menjadi
Kembang api yang tak gagal lagi
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Un Dia Sin Ti
qu hora es?,
Bienvenida la manana.
Tan sola yo y el cielo tan azul.
En mi caf, en mi radio y en mi tele
Siempre estas tu.
Para empezar me levanto de la cama
Y voy vistindome asi corno as.
Gracias a dios tu no puedes verme
Llorando por ti.
Un dia sin ti
Es una eternidad, es un adis
Que duele por dos.
Solo esperar, la soledad.
Un dia sin ti.
Busco tu voz y el telfono me lleva
Al puerto gris de tu contestador.
Ayudame, yo no s como pasarme
Un dia sin ti.
Un dia sin ti...
Un dia sin t,
Es una eternidad, es un adis
Que duele por dos
Solo esperar, la soledad..
Un dia sin t,
Es una eternidad, es un adis
Que duele por dos
Es una pena
No tengo amigos
Ni otra cosa que hacer
Solo pienso fuertemente en ti ... oh...
Me niego a ser tu amor
A cambio de un dia sin t.
Un dia sin ti...
Un dia sin t,
Es una eternidad, es un adis
Que duele por dos
Solo esperar, la soledad..
Un dia sin t,
Es una eternidad, es un adis
Que duele por dos
Es una pena
Un dia sin t...
Un dia sin t...
Un dia sin t...
song performed by Roxette
Added by Lucian Velea
Comment! | Vote! | Copy!

The Feast
Mari kita memulai kisah
Tentang sang raja dan sang singa
Anak manusia dan penguasa rimba
Dari padang rumput mereka terlahir
Dengan kebanggaan dan harapan
Dengan bahaya dan cobaan
Jauh, jauhkan dahulu kedengkian itu
Kita buka dengan babak penuh kedamaian
Menghisap embun pagi yang sama
Menatap dunia baru dengan mata terbuka
Alangkah manis pemandangan mereka yang tak berdosa
Lalu perjumpaan sederhana di tepi kolam
Di mana surga dan neraka amatlah tipis bedanya
Tempat kau mengangkat taring untuk musuh
Atau mencakar lembut tangan sahabat
Bermain bersama di sela-sela semak
Berguling penuh debu di bawah sinar matahari terik
Sungguhkah mereka akan menjadi raja dan singa
Tubuh yang tumbuh menjadi sempurna
Pikiran yang terjalin menjadi pemahaman
Gerbang kedewasaan mengantar mereka pada perpisahan
Peraturan istana dan insting liar
Demi kekuasaan dan harga diri
Mereka tidak berpisah dengan air mata
Karena mereka diajari untuk tidak menangis
Mereka berpisah dengan darah
Tradisi dan perburuan
Pembantaian dan penghinaan
Sang singa mengaum dengan keras
Dengan surainya yang kini lebat terurai
Sementara sang raja terpencil
Di tahtanya yang dingin dan sorak sorai penonton
Mereka merindukan masa-masa itu
Masa saat mereka bertatapan tanpa penuh kebencian
Dan bilamana bulu keemasan itu tiba di pangkuan sang raja
Sang raja menandai pemerintahannya
Dan sang singa mati demi sahabatnya
Ini bukanlah cerita yang perlu diratapi
Baik sang raja maupun sang singa
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cahaya Dewa (the goddess light)
Dia cahaya dewaku..
Cahaya Hidupku..
Cahaya Jiwaku..
Menyinari aku..
Jiwaku..cintaku
Aku,
Aku
diam...
aku.
Sunyi...
Diam tanpa dia,
Sunyi tanpa hadirnya
Kerna dia...
Cahaya dewaku..cahaya hatiku
Dia mentari yang menyinar dalam gelita malamku
Dia, Surya yang bercahaya dalam sunyi hariku
Membawa pergi hatiku...
Membawa pergi jiwaku
Pergi jauh,
Jauh kealamnya
Alamnya..
Alamnya...
Yang tiada jalan kembali
Yang ada Cuma gerbang masuk
Tanpa kembali
Apa...
Apa aku harus kesana?
Mengambil semula hatiku
Jiwaku...
Cintaku..
Apa aku sanggup?
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

From Far Away: Jeida's Speech
Dunia ini luas
Bermacam-macam orang hidup dengan memegang cara pikirnya masing-masing
Di tempat yang tidak diketahui
Aku adalah bagian darinya juga
Aku dulu bermaksud menjalankan dunia seorang diri
Aku benar, tapi entah kenapa tak bisa menjalankan apa yang aku inginkan
Aku pernah hidup dalam kerisauan dan ratap tangis
Tapi mungkin karena aku dulu seperti ingin memasangkan dunia yang luas ini ke dalam bingkai yang kecil yaitu aku
Beban di pundakku telah kulepaskan
Sekarang aku akan mencari peranku sendiri
Tanpa tergesa-gesa, tanpa ambisi
Dengan santai
Sambil menjejakkan kaki di tanah
from kanata kara
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!
