Amirul Khirana
Amirul Khirana
Amirul khirana,
wajahmu bersih ibarat kain putih
matamu....
sinarnya menyejuk hati yang gelora
hidung mancungmu menyimpan rahsia wujudmu
Amirul Khirana,
duduknya kau disitu....
ibarat petanda akan lahirnya
seorang wira,
seorang penyelamat bangsa
dan
seorang pencinta abadi
Amirul Khirana
hatimu selembut sutera
hatimu putih!
seputih salju pagi
Amirul Khirana
jauhilah dirimu dari api noda dunia
Amirul Khirana
Bataslah dirimu dari godaan syaitan durjana
Amirul Khirana
jagalah dirimu
lindungilah wujudmu
lindungilah duniamu
Supaya, kau tetap suci
supaya tiada setitispun lumpur dunia yang bisa
mengotori jiwa murnimu
Amirul Khirana
kau harapan
kau impian
Biarkan hanya kata-kata suci bermakna lahir dari bibir munggilmu
biarkan kemewahan dunia pergi kerna itu
bukan abadi
Amirul Khirana
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Related quotes
Manusia
Manusia
Manusia kau sering terlupa
Telupa akan erti hidup mu
Terlupa akan erti kemanusiaan
Terlupa akan maksud kewujudan mu
Keghairanmu mengejar dunia,
Membuatkau lupa, alpa
Kau lupa pada saudara-maramu
Kau lupa pada insan disekelilingmu
Kau lupa pada usia yang semakin meningkat
Kau lupa pada amal ibadatmu
Kau lupa,
Kau lupa pada TUHAN
Manusia,
Tanpa kau sedari kau telah pergi…
Pergi jauh meninggalkan dunia
Kau pergi tanpa kau sedari…!
Dalam sekelip mata kau hilang segalanya
Dalam sekelip mata keindahan dunia lenyap dari pandanganmu,
Kau menangis,
Tapi untuk apa?
Kau meratap
Tapi untuk siapa?
Penyesalanmu sudah terlambat
Pada siapa ingin kau ingin meminta…
Pandanganmu kosong!
Ratapanmu sayu…
Tangisanmu pilu!
Tiada siapa yang bias mendengarmu
Tiada siapa yang bisa melihat kehadiranmu
Hanya kau disitu
Menatap sayu insan-insan di sekelilingmu….
Menatap sayu sekujur tubuh kaku disisi mereka
Tapi?
Tapi itu tubuh siapa?
Itu kau!
Itu kau! ! !
Tubuh kaku itu milikmu
[...] Read more
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sang Pujaan
Dia terus saja memandangmu
Gadis yang melihat dari atas jendela
Dan gadis yang berpapasan di jalan
Dia jelas-jelas mengagumimu
Gadis pembuat kue
Dan gadis anak penjahit
Tapi mungkin kau tak menyadarinya
Hatimu begitu dingin dan acuh
Dia pasti mengincarmu
Gadis putri tuan tanah
Dan gadis penyanyi bar itu
Dia juga diam-diam mencintaimu
Gadis pemalu yang tak sanggup memandangmu
Dan gadis sahabat yang ada di dekatmu
Tapi mungkin kau tak peduli
Hatimu sangat dingin dan tak tersentuh
Siapakah dia yang akan kau ajak ke pesta?
Siapakah dia yang akan kau ajak berdansa?
Gadis yang cantikkah atau biasa saja
Siapakah dia yang akan kau pilih?
Siapakah dia yang mencuri perhatianmu?
Gadis yang ceriakah atau gadis yang lembut
Seisi kota begitu ingin tahu tentangmu
Tapi kau masih saja berjalan dengan santai
Mengapa kau begitu mempesona setiap gadis?
Mengapa tak kau pilih salah satu saja?
Gadis yang kau kenal baik atau gadis yang dijodohkan
Berilah kesempatan pada para gadis untuk mendapatkanmu
Juga beri kesempatan para pria untuk mendapat gadis
Bila tak juga mencari seisi kota akan menjadi gila
Dia yang mencintaimu akan menyelamatkanmu
Dia yang kau cintai akan menyelamatkan kami semua!
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Yang Yang
Yang yang holds on to a giant phone,
Yang yangs soft voice goes on and on,
I hate you, I hate you, where did it go wrong?
Yangyang goes talking to himself on the phone.
Yang yang sends his men pebbles and stones,
Yang yang rips his women down to the bones.
I own you, I own you, so give us a song,
Yangyang goes talking to his world on the phone.
Yang yangs born with a phone cord round his neck,
Yang yang never fails to stick to his kick.
I want you, I want you, youre making me sick.
But yangyang, the chords never long enough
To reach your mommys trick.
Yang yang yang yang yang,
Yang yang yang yang yang,
Yang yang, snap out,
Give up, cut out,
Tune up and join us,
Join the revolution,
Join the revolution.
No kick is good enough for lifetime substitution,
No brick will give you a lifetime consolation.
And whether you dig it or not,
We outnumber you in population.
And leave your private institution,
Get down to real communication,
Leave your scene of destruction
And join us in revolution.
Yang yang yang yang yang,
Yang yang yang yang yang,
Yang yang, wake up,
Give up, cut out,
Come out and join us,
Join the revolution,
Join the revolution.
song performed by Yoko Ono
Added by Lucian Velea
Comment! | Vote! | Copy!

Menatap lurus matamu (Indonesian)
lalu belajar mengerti dari awal,
membaca kembali ejaan yang tak pernah kau berikan,
karena sebagaimana pengertian dari awalnya
bermula dari keterpaksaan,
penderitaan yang dijalani,
akar tunjang yang membelit tumbuh
di pokok batangnya,
rumput yang tumbuh
di segala musim,
kerelaan yang tumbuh
dari bola matamu,
memperkaitkan sepi pada pengertian,
alam benda-benda yang ada di kerajaan hati,
entah berapa kali aku mengemis padamu,
jangan buatkan sarang laba-laba yang menjebakku,
jadi magsamu,
terpikat masuk ke bola matamu,
terjebak sukma ruhmu,
melewati aliran nadi,
memenuhi hasrat,
pelajaran apalagi ini?
bermula dari kekosongan mengisi setiap rongga jiwa,
penderitaan adalah awal persetubuhan,
persetubuhan yang akan menjadi puing-puing
kenangan dalam matamu,
hendakkah kau buang,
bagi matamu yang penyair,
barangkali akan tinggalkan sebagai kata,
yang kembali dieja dengan apa saja judul puisimu,
tetapi tetap saja persetubuhan kita tak kekal,
hanya kekal dalam matamu dan mataku,
suatu kali kita bangun kerajaan dalam semalam,
aku puaskan membangunkan pualam istana,
cuma dalam matamu,
setelah kekeringan yang punah,
dibakar, apalagi ini?
lalu belajar mengerti kembali…..
(2001)
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Wajah Pagi di Wajahmu yang Malam Memancar Cahaya Malammu di Wajah Pagi
Sudah berapa banyak angka dari kalender
Merawat nyeri dari luka paragraf soliloqui
Pada bangunan yang dipurbakan
Setiap jeda waktu terteriak di mulutmu
Serupa dengung tawon dalam hutan
Deru suaramu meruwat perjalanan ngilu
Ngilu: Kau ceritakan lagi pagi ini
Seperti pagi yang lalu tanpa ingata
Mungkin di pagi yang lain, insomniamu
Dan kamu akan datang lagi, ceritakan nyeri
Pada kematian di hamparan panggung teater lengang
Lalu tegang di wajahmu
Lalu tenang seolah-olah
Pada bait-bait puisi
Yang kau sesalkan sebelum tidur
Lalu mimpi buruk melumat sesal
Sembunyikan ketakutan di bibirmu
Bibirmu: Cerita ngilu di sebuah pagi
"pada akhirnya batang tubuh berakal ini
menjadi analog-analog kecil dalam satwa
yang kau juga aku mengembunkannya
pada imajinasi untuk sesuap nasi."
Kau diam sebentar, bercakap kecil
Kulihat ke dalam matamu, ada luka
"Luka itu kawan, yang membuat senyum
di kanvas pagi yang ngilu pada ceritaku
selain luka tak ada lagi untuk sebuah cerita
dan kenangan hanya maut yang tak kukenal."
Kata-katamu menetaskan api pagi ini
Sebagaimana aksara di bibir penyair itu
Telah membakar puisi dan mengabu kini
Terhempas ke ladang-ladang petani
Terhimpit map-map plastik di kantor-kantor
Menempel di wajahmu sendiri
Pagi ini, lembut. Legam.
Kau diam kemudian
Sambil menunjuk jari ke tubuh ayam betina
Yang mencari makan sisa angin dan embun segar semalam
Jika hujan tak membawanya pergi
Dan kau tak mencolongnya untuk sepenggal diksi
"Lihatlah ayam betina itu, tenang dan tentram."
Sebab tak punyai kata-kata untuk luka
[...] Read more
poem by Selendang Sulaiman
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Pun Pelabuhan Bersaksi
: Annellis
Kedip matamu yang terakhir menjatuhkan ingatan
Pada pertemuan yang ragu antara hidupmu dan kenangan
Kau tabah menyimpan rindu dan menampung air mata
Menjadi oase di hatimu di tengah semenanjung harapan
Seluas impian masa kanak-kanakmu berdamping mesra
Di meja makan bersama keluarga
Sedih pilu tak risau kau jalani sebagai serangkai kenyataan
Yang redup redam dalam cerita-cerita gadis sengsara
Tentu tak lebih dari pengalaman seorang Nyai
Yang mengandung-membesarkanmu
Kini, tubuh sintalmu lemah melangkah
Melepas nasib di bawah tangga
Biru matamu sayu menatap kalah
Tanpa bayang-bayang remang kemenangan
Namun gentar kau menantang luas lautan
Yang berbadai
Bila saja kau toleh daun pintu usai berjabat tangan
Kau akan lihat riak-riak air mata memanggil namamu
Karena ada risau yang tak sempat memberi salam
Ingin mangantarmu sampai di mulut kapal
Dan biar jejakmu terhapus di geladak kayu
Hingga angin berkabar pada nahkoda
Untuk mengantarmu ke tempat segala impian
Yang tertanam di lubuk hidupmu
Mengakar di jantungmu
Keboen Laras,2011-2012
poem by Selendang Sulaiman
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Laut Di Tengah Keajaiban Musim Dingin
Meski angin bertiup kencang dan air laut mengamuk dashyat
Esok hari adalah suatu hari yang baru
Kau akan mengalirkannya
Meski dipisahkan oleh angin yang bertiup kencang
maupun ombak yang besar
Itulah pelosok pulau tempat orang yang kita cintai menunggu
Kau akan mengalirkannya
Ke hatimu
Nun jauh di balik bayang-bayang pulau
Di tengah laut yang arusnya deras
Burung putih akan membawa kembali arwah kekasih yang telah tiada
Membawa kembali
Suatu hari akan jatuh cinta pada seseorang
Meski ombak di laut ganas diterpa tiupan angin
Mencintai seseorang
Bukalah hatimu sekali lagi
Meski awan di langit jauh dari jangkauan
Kalau hati terbang jauh, cinta pun akan datang menjemput
Perasaan di dalam hati itu
Pasti akan sampai di pangkuanmu
Meski jaraknya jauh sekalipun
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Padam
Apa yang kau dapatkan, hargailah
Apa yang dipinjam, kembalikan
Sebelum semuanya menghilang
Dan api di dalammu padam
Apa yang kau simpan, rawatlah
Apa yang kau buang, relakan
Bila api di dalam dirimu telah padam
Kenangan pun tak lagi bisa membakar
Mimpi pun tak bisa lagi bersinar
Jadi jangan berhenti dulu
Sebab dewa masih memberimu waktu
Sebelum semuanya memudar
Dan api di dalammu padam
Apa yang kau inginkan, kejarlah
Apa yang kau takuti, hadapi
Sebelum semuanya menghilang
Dalam kegelapan yang kelam
Apa yang kau jaga, sayangilah
Apa yang kau benci, tangisi
Karena bila api yang ada telah padam
Ingatan pun tak lagi berarti
Jalan yang lebar pun tak lagi menarik
Jadi jangan mencemaskan hal yang tak perlu
Sebab meski terlihat tak ada waktu
Dan angin tak mau membantu
Kobaran di dadamu masih belum padam
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Unholy Man
Meski kau bukan orang tersuci
Meski kau bukan orang terhebat
Setidaknya ada orang yang
Sepenuh hati mencintaimu
Setulus hati menyayangimu
Jadi jangan kau siakan air matanya
Jangan kau siakan penantiannya
Meski kau bukan orang yang paling baik
Meski kau bukan orang yang tertulus di dunia
Setidaknya kau masih punya
Rasa di dalam hatimu
Denyut hidup di dalam darahmu
Jadi jangan kau siakan dengan harga diri
Jangan kau siakan dengan segala kemunafikan
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Hidupkah Kau
Hidupkah kau untuk mengeluh
Dari terbitnya matahari hingga terbenam
Tentang kehidupan yang tak memuaskan
Dirimu yang selalu menginginkan kenyamanan
Ataukah terbersit sekali dalam pikiranmu
Untuk sejenak sedikit bersyukur
Tentang kehidupan yang masih kau punya saat ini
Bersama dengan harta yang mungkin kau tak sadari
Karena kau sibuk mengeluh
Dan lupa untuk menghargai dan menjaga hal itu
Hidupkah kau untuk meminta
Dari buaian bayi hingga ke liang kubur
Agar dirimu diutamakan
Dan tak juga belajar bersabar
Ataukah terbersit sekali dalam keinginanmu
Untuk berusaha sendiri
Lepas dari belas kasihan orang lain
Agar dirimu tak perlu lagi mengiba
Untuk memperoleh apa yang kau inginkan
Karena kau sibuk meminta
Dan lupa memberi dan memperbaiki hal itu
Hidupkah kau untuk mencela
Dari ujung bumi hingga dasar samudera
Menuding orang melakukan kesalahan
Dan mengangkat tinggi dagumu dengan sombong
Ataukah terbersit sekali dalam hatimu
Untuk sebentar saja bercermin
Memandang kembali segala persoalan
Dengan kepala jernih tanpa prasangka
Karena kau sibuk mencela
Dan lupa untuk belajar dan memahami hal itu
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sebuah bom yang meledak bernama sunyi (Indonesian)
: Teungku Abdullah Syafii in memoriam
(1)
Bilakah ini harinya bom yang engkau lemparkan bersama
Butir udara berinteraksi memekatkan cinta
Yang dinamakan kesumat tak akan ada yang
Bisa kuperbuat kecuali
Menikam waktu dan sebuah bom yang
Meledak engkau sebut sunyi,
Dari lukakah mengalirkan darah
Yang engkau sebut cinta yang
Akhirnya menghantarkan
Pada kilatan api dalam ketiadaan,
Ketiadaan Teungku yang menemukan
Aliran darahnya, ketiadaan hamba tanpa sunyi,
Dan engkau lemparkan sunyi, engkau lemparkan
Kepada waktu:
Sebuah bom meledak bernama sunyi
Lalu aku mencatatnya dengan cinta
(2)
Teungku: duka duri semak ada di dadamu, cinta manakah
Yang hendak dikuburkan, aku tepiskan
Tanpa memilih hidup ini akan dikemanakan
Mungkin bersama bayang-bayang hujan lalu
Sunyi ini akan diberikan kepada siapa?
Siapakah pembunuh waktu yang tak mengerti:
Luka ini berasal juga dari Cinta
Cinta berasal muasal dari duka keabadian
Mungkin kita ini bangsa yang lupa
Bahwa bendera kita bukanlah kemenangan
Tetapi kekalahan berkepanjangan
Sebagai hamba Duli Paduka, cinta manakah?
Bagai berondongan pertanyaan ini menyergap
Dan Teungku: dekaplah damai keabadianMu
(3)
Duka sergap kematian ini semakin lekat, bila moncong menganga
Selalu berarah kepadamu, kenangan apakah
Jejak bayang-bayang hujan terlalu samar
Untuk siapakah engkau kirim kegelisahan ini
Senyap rerumputan memagut lelapmu
Sungai berdiri diam bisu
Menorehkan sederet kebahagiaan
Lewat peluru, mesiu dan bayang-bayang
Mawar, cinta dan kematian
Tak ada yang lebih menarik lagi
Tak ada yang lebih menarik lagi
[...] Read more
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Difahami
Dalam kekerasan hati aku lihat ada kelembutan
yang tak pernah dapat terungkai
Dalam pedasnya kata-kata aku lihat kasih sayang yang
tak pernah dapatku mengerti
Dalam tajamnya renugan mata kulihat sinar
Matahari yang terik menyinari menyatakan
Betapa hati ingin dimengerti
Dalam halusnya suara dapatku dengar
dengusan-dengusan nafas yang lelah
menyatakan betapa diri ingin dihargai
Hanya kekerasan yang menutupi kelembutan
Hingga hadiryna tohmahan
Menutup cahaya mentari
Menista sinar kasih sayang
Namun…
Tidak akan pernah ada yang memahami
Selagi tiada yang cuba menyelami
Dari hati seorang insan
yang cuba untuk aku mengerti
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Puisi Sembilan Tabiat Cinta
Sembilan Tabiat Cinta
I.
Musim-musim hampiri cintaku. Padamu tak sempat kutitip rindu. Hujan pergi tinggalkan basah daunan. Aroma kembang menyemerbak ke udara. Tak ada wangi cintaku di sana. Segersang rindu di matamu akan diriku. Dahaga sepi dan nyerinya tertahan di atas sebidang dadaku. Resah bibirmu, terlampau suram kujamah warnanya. Apa kau tak mendengar degup musim menghujam jantung cintaku. Di sana rindu membiru di bibir waktu. Sebiru resahmu.
II.
Aku tulis tabiat cinta ini dengan ingatan terpenggal musim hujan. Terkambang bah di sungai coklat, terapung di selat kecil ditinggalkan para pengumpul pasir. Tak ada sauh tak ada jangkar untuk kulempar biar perahu waktu berhenti. Sebab laju perahu, nyeri gelombang lautan yang menderita di jantungku. Maka kutulis tabiat cinta ini atas nama rasa yang kurasa kesejukannya setiap embun jatuh seperti matamu menatapku.
III.
Aku mencintaimu bukan tanpa perhitungan, meski belum sepenuhnya tepat waktu. Tetapi aku tidak tergesa-gesa. Itulah sebabnya cintaku mengalir tenang. Serupa capung-capung senjahari terbang di atas hamparan padi menguning.
IV.
Cintaku hidup dari udara pagi di lembah-lembah, sawah dan ladang. Berhembus ke samudra mencipta awan. hujan deras adalah kesetiaanku padamu. Kesetiaan musim pada kesejukan. Dan apabila badai dan banjir datang itulah cemburu batinku yang sialan. Apa kau tak merasa ada kehidupan diantara jarak kita memandang?
V.
Kepadamu aku mencari kekuatan hidup dengan segala kesadaran dan fitrah kemanusiaan. Lalu cinta kubangkitkan di dalamnya dengan tangan-tangan api dan air. Hawa panas dan dingin adalah nafasku. Apa kau tak merasa hembusnya kekasih?
VI.
Tak ada kuasa untuk cinta. Jika ketakutan hadir sebab cemburu. Aku bicara dari lubuk bumi. Meski tak ada pohon bicara. Engkaulah maha pendengar kata-kata yang menjelma dedaunan dan reranting subur. Aku tersiksa oleh cinta. Kau tentu tak sudi mengurai air mata, ketika luka batinku menjeritkan nyeri letusan berapi. Tetapi, biarlah lahar panas menyulap rinduku.
VII.
Kita selalu bicara tentang cinta, nestapa, dan impian sejak pertemuan pertama. Meneguk anggur sampai mabuk, hingga kesadaran tunai di persimpangan menuju hidupmu-menemu hidupku. Kita sepakat lupakan segala, madu dan darah kita, lalu kita penuhi dengan air raksa.
VIII.
Cintaku, rasa sakit dari masa lalu, tak terasa oleh nyeri hari ini untuk masa depan.
IX.
Mari kita berdoa satu sama lain.
Yogyakarta,2011-2012
poem by Selendang Sulaiman
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Jangan Macam Macam dengan Nyawa
Jangan macam-macam
Di tubuhmu ada nyawa
Jangan terlena
Meski kau punya semua
Dalam sekejap mata
Semua bisa tak berguna
Saat maut menyapa
Jangan macam-macam
Di tanganmu ada nyawa
Tapi bukan kau punya
Meski kau tak peduli
Nanti pasti kau sesali
Bila ia akhirnya pergi
Dan takkan kembali
Jangan macam-macam
Di depanmu ada nyawa
Yang juga punya harga
Mesli kau tak mengerti
Karena belum kau kenali
Saat kau membuka diri
Kau akan menemukan arti
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sepenggal Rasa
Ketika air mataku tak bisa lagi mengalirkan duka
Ketika semua kata tak bisa lagi menggambarkan makna
Betapa aku ingin merengkuhmu, lekat menghabiskan rinduku
Betapa aku ingin menggadaikan hidupku untuk hembusan nafasmu
Agar tak ada detik waktu tanpa sentuhan tulusmu,
Agar kekal semua tentangmu di benak dan kalbuku
Tentang semua cerita luka yang kau rajut bagai untaian bunga
Tentang semua cinta yang kau bingkai dengan senyum bahagia
Aku menghirup udara dan rasa kehilanganku di detak waktu
Aku menatap hari-hari muram dengan tangis pilu
Maafku untuk semua keengganan yang ingin kusesali sampai mati
Maafku untuk segala kepongahan yang terpatri dalam hati
Terima kasihku untuk semua cintamu yang tak berbatas
Terima kasihku untuk semua jasamu yang tak terbalas
Waktu yang berlari tak mampu mengikis kisah denganmu
Waktu yang berlalu akan mengekalkan hidupmu dihatiku
poem by Niken Kusuma Wardani
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Because of Love? (Indonesian Version)
Sering kali ingin kucoba mengerti dirimu
Namun semakin ku tak dapat mengerti kau begitu
Kadang kau mesra, kadang kau cemburu buta
Kadang kau dekat, kadang kau tak peduli
Tapi ku tak dapat mengerti diriku sendiri
Yang tetap di sampingmu walaupun kau begitu
Kadang ku bosan, kadang ku melayang
Kadang ku gundah
Apa yang membuat kita bersama?
Karena cinta
Ataukah mungkin rasa iba
Karena suka
Ataukah sudah terbiasa
Kita hidup dengan saling menerima
Berapa kali pun kucoba menghapus dirimu
Namun semakin kuhampa di dalam hatiku
Kurindu senyummu, kutelan pahitmu
Kuingin hangatmu, kutakut kehilanganmu
Mungkin kau juga pernah bertanya dalam hatimu
Masihkah ku berguna dalam hidupmu
Meski ku peragu, meski ku tak sempurna
Meski ku sakiti
Apa yang membuat kita bertahan?
Karena cinta
Ataukah mungkin rasa iba
Karena suka
Ataukah sudah terbiasa
Kita hidup dengan saling percaya
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Waktu yang Tepat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita secepat kilat
atau sewaktu berhitung cermat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila bergerak mendekat
atau bersabar menunggu penjerat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita melihat
atau ketika tak ada yang berbuat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita terus memahat
atau dimana semua sudah tersurat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kehormatan terdesak
atau kala keberanian terdapat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila musuh merapat
atau sewaktu tak terlambat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita menangkap waktu yang sesaat
atau saat melepas semua pemberat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila semua selamat
atau ketika datang mujizat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila emosi memuncak
atau dimana yang berkuasa adalah akal sehat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila janji sudah terikat
atau kala hidup dipenuhi karat
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Setelah Perayaan
Terpuruk ku di sini
Di antara debu sisa-sisa kembang api
Awan di langit malam yang gelap
Kabut asap yang mengambang
Dengan bau mesiu habis terbakar
Tak ada lagi bunga yang berpendar warna-warni
Tak ada lintasan cahaya yang bersahutan bernyanyi
Bagaikan sebuah orkestra tanpa suara
Lalu aku kembali pada kesendirian
Keramaian lamat-lamat meninggalkan diriku
Yang terlalu lamban bergerak untuk mengejar mimpi
Yang kupunya hanya hasrat yang telah mati
Menunggu sejumput percikan api
Mengenaiku kembali
Dan aku akan melesat di tengah hitamnya langit malam
Berpendar dengan membakar seluruh diriku
Lalu aku akan menghilang dalam hujan bunga api
Berharap seseorang melayangkan pandang sekali
Diriku yang telah telantar dan dilupakan
Tanpa sempat memenuhi janjiku untuk menjadi
Kembang api yang tak gagal lagi
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cahaya…ku Matahari..ku
cahayaku
matahariku…
Dia matahariku,
Dia cahaya itu…
Dia yang muncul saat hati masih mencari
Dia yang muncul kala hati hilang arti
Saat pertama kulihat cahaya itu
Betapa hati meragui
Betapa hati membenci
Betapa hati ingin dia pergi
Namun akhirnya aku sedar
Dia cahaya itu
Cahayaku
Penerangku
Cahayaku…
Kini dia ingin pergi
Adakah dia yang pergi
Atau aku?
Atau aku yang meninggalkannya
Cahayaku
Matahariku
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cinta Beku
Aku takkan berikan hatiku pada dirimu
Aku takkan buka lembaran cinta bersamamu
Karena ku tahu
Hanya pedih yang kan ku rasakan
Karena ku tahu
Bukan cinta tulus yang kau jalin denganku
Aku takkan berpaling meski kau inginkan aku
Aku takkan tersentuh meski kau rayu diriku
Meski senyummu
Buai ku dan ku terlena
Meski sepiku
Ingin hangatnya perasaan itu
Sudahlah
Jangan paksa lagi diriku
Jadi sudahlah
Pergilah kau dari hidupku
Pernah ku bermimpi kau yang selalu kutunggu
Dan ku terhanyut dalam khayalan semu
Ku tak tahu
Mana dirimu yang sesungguhnya
Ku tak tahu
Dapatkah ku percaya padamu
Sudahlah
Biarkan semua berlalu
Jadi sudahlah
Bawa jauh cerita itu
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!
