Senja kala
Senja kala di padang gema
Aku lupa rupa sang suara
Bisikan merayu di telinga
Atau angin ribut dari utara
Senja kala di batas jumpa
Aku lupa tanda sang cinta
Getaran bunga pertama
Atau gelora bulan purnama
Senja kala di ujung dupa
Aku lupa nada sang jiwa
Harum mewarnai dunia
Atau asap melayang di mata
Senja kala di jembatan tua
Aku lupa wangi sang gula
Manis melekat saat tertawa
Atau pahit di luka menganga
Senja kala di lubuk malam
Aku lupa belai sang cahaya
Kilau permata di laut tenang
Atau semburat merah di langit hitam
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Related quotes
Kenapa bilang cinta
Kenapa bilang cinta
Bila hanya sekejap mata
Kenapa bilang suka
Bila cuma di bibir saja
Kenapa bilang cinta
Bila untuk status semata
Kenapa bilang saying
Bila bukan aku yang dibayang
Kenapa bilang cinta
Bila semuanya pura-pura
Kenapa bilang peduli
Bila sebenarnya tak ada di hati
Kenapa bilang cinta
Bila kata-kata tak dimakna
Kenapa bilang takdir
Bila nantinya berakhir
Kenapa bilang cinta
Bila tak cukup rasa
Kenapa bilang segalanya
Bila akhirnya tak bersisa
Kenapa bilang cinta
Bila alasan lain tak berguna
Kenapa bilang bahagia
Bila terus tersiksa
Kenapa bilang cinta
Bila selalu terpaksa
Kenapa bilang tak masalah
Bila berpisah karena berubah
Kenapa bilang cinta
Bila besok lalu lupa
Kenapa bilang selalu ada
Bila sepi kian mendera
Kenapa bilang cinta
Bila tak berusaha percaya
Kenapa bilang mencoba
Bila menghindari terluka
Kenapa bilang cinta
Bila berharap sebaliknya
Kenapa bilang mengerti
Bila tak pernah tepati janji
[...] Read more
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cinta tak termiliki
Cinta…
Sendirian aku termenung
Mengenang dia yang tak termiliki
Sendirian…..
Sendiri aku lagi dalam kegelapan
dalam kekosongan jiwa yang nyata
tanpa dia….
Cinta, aku sendiri
Mencintainya, cinta..aku …..cinta
Tapi
Sendiri aku terus…
Tenggelam aku dalam renungan bundar matanya
Betapa redupnya…betapa indahnya
Tapi sendiri aku terus…
Mengenang dia yang tak termiliki
Bahgia bila mendengar bicaranya…
Tapi…
Lemah tanpa suaranya
Syurga aku lihat senyumnya
tapi…
Sedih bila hadapi amarahnya
Bangga aku dengar pujinya
Tapi…
Kecewa bila kudengar sindirnya
Ingin aku mengenalnya
Ingin aku milikinya
Ingin aku cintainya
Tanpa dia tau …
Tanpa dia mengerti…
Betapa dekat hadirnya, tapi.. jauh jiwanya
Ingin kusentuh selalu biar hati tenang
Biar jiwa lapang…
Tapi termenung aku terus mengenang cinta
Yang tak termiliki….
Hati ingin miliki
Hati ingin …. Hati ingin
Tapi termenung aku terus
Dibalik tabir jiwa yang tak mungkin aku miliki….
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Puisi Sembilan Tabiat Cinta
Sembilan Tabiat Cinta
I.
Musim-musim hampiri cintaku. Padamu tak sempat kutitip rindu. Hujan pergi tinggalkan basah daunan. Aroma kembang menyemerbak ke udara. Tak ada wangi cintaku di sana. Segersang rindu di matamu akan diriku. Dahaga sepi dan nyerinya tertahan di atas sebidang dadaku. Resah bibirmu, terlampau suram kujamah warnanya. Apa kau tak mendengar degup musim menghujam jantung cintaku. Di sana rindu membiru di bibir waktu. Sebiru resahmu.
II.
Aku tulis tabiat cinta ini dengan ingatan terpenggal musim hujan. Terkambang bah di sungai coklat, terapung di selat kecil ditinggalkan para pengumpul pasir. Tak ada sauh tak ada jangkar untuk kulempar biar perahu waktu berhenti. Sebab laju perahu, nyeri gelombang lautan yang menderita di jantungku. Maka kutulis tabiat cinta ini atas nama rasa yang kurasa kesejukannya setiap embun jatuh seperti matamu menatapku.
III.
Aku mencintaimu bukan tanpa perhitungan, meski belum sepenuhnya tepat waktu. Tetapi aku tidak tergesa-gesa. Itulah sebabnya cintaku mengalir tenang. Serupa capung-capung senjahari terbang di atas hamparan padi menguning.
IV.
Cintaku hidup dari udara pagi di lembah-lembah, sawah dan ladang. Berhembus ke samudra mencipta awan. hujan deras adalah kesetiaanku padamu. Kesetiaan musim pada kesejukan. Dan apabila badai dan banjir datang itulah cemburu batinku yang sialan. Apa kau tak merasa ada kehidupan diantara jarak kita memandang?
V.
Kepadamu aku mencari kekuatan hidup dengan segala kesadaran dan fitrah kemanusiaan. Lalu cinta kubangkitkan di dalamnya dengan tangan-tangan api dan air. Hawa panas dan dingin adalah nafasku. Apa kau tak merasa hembusnya kekasih?
VI.
Tak ada kuasa untuk cinta. Jika ketakutan hadir sebab cemburu. Aku bicara dari lubuk bumi. Meski tak ada pohon bicara. Engkaulah maha pendengar kata-kata yang menjelma dedaunan dan reranting subur. Aku tersiksa oleh cinta. Kau tentu tak sudi mengurai air mata, ketika luka batinku menjeritkan nyeri letusan berapi. Tetapi, biarlah lahar panas menyulap rinduku.
VII.
Kita selalu bicara tentang cinta, nestapa, dan impian sejak pertemuan pertama. Meneguk anggur sampai mabuk, hingga kesadaran tunai di persimpangan menuju hidupmu-menemu hidupku. Kita sepakat lupakan segala, madu dan darah kita, lalu kita penuhi dengan air raksa.
VIII.
Cintaku, rasa sakit dari masa lalu, tak terasa oleh nyeri hari ini untuk masa depan.
IX.
Mari kita berdoa satu sama lain.
Yogyakarta,2011-2012
poem by Selendang Sulaiman
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sebuah bom yang meledak bernama sunyi (Indonesian)
: Teungku Abdullah Syafii in memoriam
(1)
Bilakah ini harinya bom yang engkau lemparkan bersama
Butir udara berinteraksi memekatkan cinta
Yang dinamakan kesumat tak akan ada yang
Bisa kuperbuat kecuali
Menikam waktu dan sebuah bom yang
Meledak engkau sebut sunyi,
Dari lukakah mengalirkan darah
Yang engkau sebut cinta yang
Akhirnya menghantarkan
Pada kilatan api dalam ketiadaan,
Ketiadaan Teungku yang menemukan
Aliran darahnya, ketiadaan hamba tanpa sunyi,
Dan engkau lemparkan sunyi, engkau lemparkan
Kepada waktu:
Sebuah bom meledak bernama sunyi
Lalu aku mencatatnya dengan cinta
(2)
Teungku: duka duri semak ada di dadamu, cinta manakah
Yang hendak dikuburkan, aku tepiskan
Tanpa memilih hidup ini akan dikemanakan
Mungkin bersama bayang-bayang hujan lalu
Sunyi ini akan diberikan kepada siapa?
Siapakah pembunuh waktu yang tak mengerti:
Luka ini berasal juga dari Cinta
Cinta berasal muasal dari duka keabadian
Mungkin kita ini bangsa yang lupa
Bahwa bendera kita bukanlah kemenangan
Tetapi kekalahan berkepanjangan
Sebagai hamba Duli Paduka, cinta manakah?
Bagai berondongan pertanyaan ini menyergap
Dan Teungku: dekaplah damai keabadianMu
(3)
Duka sergap kematian ini semakin lekat, bila moncong menganga
Selalu berarah kepadamu, kenangan apakah
Jejak bayang-bayang hujan terlalu samar
Untuk siapakah engkau kirim kegelisahan ini
Senyap rerumputan memagut lelapmu
Sungai berdiri diam bisu
Menorehkan sederet kebahagiaan
Lewat peluru, mesiu dan bayang-bayang
Mawar, cinta dan kematian
Tak ada yang lebih menarik lagi
Tak ada yang lebih menarik lagi
[...] Read more
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Manusia
Manusia
Manusia kau sering terlupa
Telupa akan erti hidup mu
Terlupa akan erti kemanusiaan
Terlupa akan maksud kewujudan mu
Keghairanmu mengejar dunia,
Membuatkau lupa, alpa
Kau lupa pada saudara-maramu
Kau lupa pada insan disekelilingmu
Kau lupa pada usia yang semakin meningkat
Kau lupa pada amal ibadatmu
Kau lupa,
Kau lupa pada TUHAN
Manusia,
Tanpa kau sedari kau telah pergi…
Pergi jauh meninggalkan dunia
Kau pergi tanpa kau sedari…!
Dalam sekelip mata kau hilang segalanya
Dalam sekelip mata keindahan dunia lenyap dari pandanganmu,
Kau menangis,
Tapi untuk apa?
Kau meratap
Tapi untuk siapa?
Penyesalanmu sudah terlambat
Pada siapa ingin kau ingin meminta…
Pandanganmu kosong!
Ratapanmu sayu…
Tangisanmu pilu!
Tiada siapa yang bias mendengarmu
Tiada siapa yang bisa melihat kehadiranmu
Hanya kau disitu
Menatap sayu insan-insan di sekelilingmu….
Menatap sayu sekujur tubuh kaku disisi mereka
Tapi?
Tapi itu tubuh siapa?
Itu kau!
Itu kau! ! !
Tubuh kaku itu milikmu
[...] Read more
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Waktu yang Tepat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita secepat kilat
atau sewaktu berhitung cermat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila bergerak mendekat
atau bersabar menunggu penjerat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita melihat
atau ketika tak ada yang berbuat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita terus memahat
atau dimana semua sudah tersurat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kehormatan terdesak
atau kala keberanian terdapat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila musuh merapat
atau sewaktu tak terlambat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila kita menangkap waktu yang sesaat
atau saat melepas semua pemberat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila semua selamat
atau ketika datang mujizat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila emosi memuncak
atau dimana yang berkuasa adalah akal sehat
kapankah waktu yang tepat itu?
apakah bila janji sudah terikat
atau kala hidup dipenuhi karat
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Aku
Aku
Aku
Aku mencari aku
Tapi
Mungkinkah ketemu?
Mungkin?
Aku berada di dalam aku
Tuhan tahu,
Aku
Dan aku juga tahu aku
Aku
Dan aku
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Kelu
kelunyaku untuk bicara
dihadapan mereka,
aku tak bisa
aku tak tahu
patah-patah kata itu tiada terluah
hanya degusan nafas resah
kedengaran...
aku tak bisa bicara
melepas keraguan mereka, aku tak bisa!
hampir hancur aku ditelan mereka
hampir mati aku dihimpit mereka
aku tak bisa
mencari keberanian itu aku tak tahu,
kebenaran untuk meluahkan
perasaanku....
pandangan mereka....
kutukan mereka
tiada aku mengerti
tiada aku bisa
mengungkap tirai besi bibirku ini!
melepas selimut duri lidahku ini
aku tak bisa
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Sekuntum Bunga Negeriku (Malaya Roses)
(Ode buat Malaya Roses)
Kemarin dulu
aku lewat sebuah taman bunga
penuh seni dan artikulasi
tersusun rapi dalam rumpun diksi
kelopak bahasa warna warni
kembang mewangi menghias seri
Kemarin
aku bertandang lagi di taman sama
kulihat kumbang putih terhiris luka
oleh kesinisan bunga yang pintar
menyasarkan dengung bingit
sang kumbang patah sayap
Hari ini
aku takjub pada ketegasan kata
kelopak-kelopak bahasa sang bunga
memangkas tuntas kepincangan budaya
semut-semut malas bekerja
buang masa, makan gaji buta
Esok
aku berharap
menikmat keindahan sang bunga
menjalarkan kelopak aksara
menjadi rimbun kata paling ampuh
suburkan inspirasi; penikmat seni
poem by Ibnu Din Assingkiri
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Mungkin
Mungkin aku telah tertipu mulut manismu
Padahal kau hanya menawarkan cinta palsu
Mungkin aku bermimpi memilikimu
Padahal aku terjebak permainan cintamu
Mungkin kau hanya mencari kebahagiaan semu
Dan aku hanya memuaskan rasa ingin tahuku
Mungkin kau tak memikirkan diriku
Dan kau membuatku percaya hanya itu
Mungkin aku tak peduli
Karena aku tak pernah menyesal memilihmu
Mungkin aku tak perlu mengerti
Karena aku terlanjur mencintaimu
Mungkin semua ini adalah kebohongan yang indah
Dunia ilusi yang kita ciptakan bersama
Mungkin kita semua mempunyai sebuah rahasia
Tentang perasaan sepi yang kita punya
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cinta Beku
Aku takkan berikan hatiku pada dirimu
Aku takkan buka lembaran cinta bersamamu
Karena ku tahu
Hanya pedih yang kan ku rasakan
Karena ku tahu
Bukan cinta tulus yang kau jalin denganku
Aku takkan berpaling meski kau inginkan aku
Aku takkan tersentuh meski kau rayu diriku
Meski senyummu
Buai ku dan ku terlena
Meski sepiku
Ingin hangatnya perasaan itu
Sudahlah
Jangan paksa lagi diriku
Jadi sudahlah
Pergilah kau dari hidupku
Pernah ku bermimpi kau yang selalu kutunggu
Dan ku terhanyut dalam khayalan semu
Ku tak tahu
Mana dirimu yang sesungguhnya
Ku tak tahu
Dapatkah ku percaya padamu
Sudahlah
Biarkan semua berlalu
Jadi sudahlah
Bawa jauh cerita itu
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Kwatrin Memandang Bulan (Indonesian)
~Requiem buat Sapto Rahardjo~
Lelaki bersandal jepit memandang bulan
Bilakah hari memadamkan baranya?
Samudera bergelombang membenamkan setiap kembara
Harapan demi harapan gugur dari rambutnya
Lelaki bersandal jepit mengepit senyap
Bulan beserta malam-malam dihatinya
Kerontang musim mengajak bicara
Nyanyian demi nyanyian menggugurkan senja
Lelaki bersandal jepit merangkai mimpinya
Mimpi melayang seperti burung camar
Menggapai langit menjatuhkan hujan
Hujan runtuh membasahi kemarau
Lelaki bersandal jepit memainkan bonang
Malam hening menggetarkan dawai
Sunyi adalah kembara
Kembara bagi seorang pecinta sejati
Lelaki bersandal jepit merangkai bunga
Bunga potong segar dalam cawan
Ikebana dan sakura, rama-rama dan kupu-kupu
Hidup dan mati berkejaran selalu*
Lelaki bersandal jepit terbaring sendiri
Rumput dan semak bersamanya
Tiada bonang dan bunga dibawanya
Hanya cinta-kasih ada dipeluknya
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Cahaya…ku Matahari..ku
cahayaku
matahariku…
Dia matahariku,
Dia cahaya itu…
Dia yang muncul saat hati masih mencari
Dia yang muncul kala hati hilang arti
Saat pertama kulihat cahaya itu
Betapa hati meragui
Betapa hati membenci
Betapa hati ingin dia pergi
Namun akhirnya aku sedar
Dia cahaya itu
Cahayaku
Penerangku
Cahayaku…
Kini dia ingin pergi
Adakah dia yang pergi
Atau aku?
Atau aku yang meninggalkannya
Cahayaku
Matahariku
poem by Qistina Zaini
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Hidupkah Kau
Hidupkah kau untuk mengeluh
Dari terbitnya matahari hingga terbenam
Tentang kehidupan yang tak memuaskan
Dirimu yang selalu menginginkan kenyamanan
Ataukah terbersit sekali dalam pikiranmu
Untuk sejenak sedikit bersyukur
Tentang kehidupan yang masih kau punya saat ini
Bersama dengan harta yang mungkin kau tak sadari
Karena kau sibuk mengeluh
Dan lupa untuk menghargai dan menjaga hal itu
Hidupkah kau untuk meminta
Dari buaian bayi hingga ke liang kubur
Agar dirimu diutamakan
Dan tak juga belajar bersabar
Ataukah terbersit sekali dalam keinginanmu
Untuk berusaha sendiri
Lepas dari belas kasihan orang lain
Agar dirimu tak perlu lagi mengiba
Untuk memperoleh apa yang kau inginkan
Karena kau sibuk meminta
Dan lupa memberi dan memperbaiki hal itu
Hidupkah kau untuk mencela
Dari ujung bumi hingga dasar samudera
Menuding orang melakukan kesalahan
Dan mengangkat tinggi dagumu dengan sombong
Ataukah terbersit sekali dalam hatimu
Untuk sebentar saja bercermin
Memandang kembali segala persoalan
Dengan kepala jernih tanpa prasangka
Karena kau sibuk mencela
Dan lupa untuk belajar dan memahami hal itu
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Menatap lurus matamu (Indonesian)
lalu belajar mengerti dari awal,
membaca kembali ejaan yang tak pernah kau berikan,
karena sebagaimana pengertian dari awalnya
bermula dari keterpaksaan,
penderitaan yang dijalani,
akar tunjang yang membelit tumbuh
di pokok batangnya,
rumput yang tumbuh
di segala musim,
kerelaan yang tumbuh
dari bola matamu,
memperkaitkan sepi pada pengertian,
alam benda-benda yang ada di kerajaan hati,
entah berapa kali aku mengemis padamu,
jangan buatkan sarang laba-laba yang menjebakku,
jadi magsamu,
terpikat masuk ke bola matamu,
terjebak sukma ruhmu,
melewati aliran nadi,
memenuhi hasrat,
pelajaran apalagi ini?
bermula dari kekosongan mengisi setiap rongga jiwa,
penderitaan adalah awal persetubuhan,
persetubuhan yang akan menjadi puing-puing
kenangan dalam matamu,
hendakkah kau buang,
bagi matamu yang penyair,
barangkali akan tinggalkan sebagai kata,
yang kembali dieja dengan apa saja judul puisimu,
tetapi tetap saja persetubuhan kita tak kekal,
hanya kekal dalam matamu dan mataku,
suatu kali kita bangun kerajaan dalam semalam,
aku puaskan membangunkan pualam istana,
cuma dalam matamu,
setelah kekeringan yang punah,
dibakar, apalagi ini?
lalu belajar mengerti kembali…..
(2001)
poem by Imam Setiaji Ronoatmojo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Laut Di Tengah Keajaiban Musim Dingin
Meski angin bertiup kencang dan air laut mengamuk dashyat
Esok hari adalah suatu hari yang baru
Kau akan mengalirkannya
Meski dipisahkan oleh angin yang bertiup kencang
maupun ombak yang besar
Itulah pelosok pulau tempat orang yang kita cintai menunggu
Kau akan mengalirkannya
Ke hatimu
Nun jauh di balik bayang-bayang pulau
Di tengah laut yang arusnya deras
Burung putih akan membawa kembali arwah kekasih yang telah tiada
Membawa kembali
Suatu hari akan jatuh cinta pada seseorang
Meski ombak di laut ganas diterpa tiupan angin
Mencintai seseorang
Bukalah hatimu sekali lagi
Meski awan di langit jauh dari jangkauan
Kalau hati terbang jauh, cinta pun akan datang menjemput
Perasaan di dalam hati itu
Pasti akan sampai di pangkuanmu
Meski jaraknya jauh sekalipun
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Titipan
Untuk W.S. Rendra
Milikku semua adalah titipan
Tapi karena aku terlalu lama memilikinya
Aku lupa bahwa itu bukan milikku
Dan tidak merelakannya saat aku kehilangan
Mengapa aku bersedih dan menganggapnya musibah
Tentu saja karena aku mencintainya
Aku terlalu mencintainya sebagai milikku
Padahal milikku semua adalah titipan
Lalu salahkah bila aku mencintainya
Sebagai milikku dan bukan titipan
Tapi harusnya tak kuhilangkan
Kesadaran dan kerelaan itu
Bahwa yang memberiku titipan
Juga sangat mencintai milik-Nya
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

From Far Away: Jeida's Speech
Dunia ini luas
Bermacam-macam orang hidup dengan memegang cara pikirnya masing-masing
Di tempat yang tidak diketahui
Aku adalah bagian darinya juga
Aku dulu bermaksud menjalankan dunia seorang diri
Aku benar, tapi entah kenapa tak bisa menjalankan apa yang aku inginkan
Aku pernah hidup dalam kerisauan dan ratap tangis
Tapi mungkin karena aku dulu seperti ingin memasangkan dunia yang luas ini ke dalam bingkai yang kecil yaitu aku
Beban di pundakku telah kulepaskan
Sekarang aku akan mencari peranku sendiri
Tanpa tergesa-gesa, tanpa ambisi
Dengan santai
Sambil menjejakkan kaki di tanah
from kanata kara
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Setelah Perayaan
Terpuruk ku di sini
Di antara debu sisa-sisa kembang api
Awan di langit malam yang gelap
Kabut asap yang mengambang
Dengan bau mesiu habis terbakar
Tak ada lagi bunga yang berpendar warna-warni
Tak ada lintasan cahaya yang bersahutan bernyanyi
Bagaikan sebuah orkestra tanpa suara
Lalu aku kembali pada kesendirian
Keramaian lamat-lamat meninggalkan diriku
Yang terlalu lamban bergerak untuk mengejar mimpi
Yang kupunya hanya hasrat yang telah mati
Menunggu sejumput percikan api
Mengenaiku kembali
Dan aku akan melesat di tengah hitamnya langit malam
Berpendar dengan membakar seluruh diriku
Lalu aku akan menghilang dalam hujan bunga api
Berharap seseorang melayangkan pandang sekali
Diriku yang telah telantar dan dilupakan
Tanpa sempat memenuhi janjiku untuk menjadi
Kembang api yang tak gagal lagi
poem by Maria Sudibyo
Added by Poetry Lover
Comment! | Vote! | Copy!

Amlapura
Hey, hey, ada kapal layar
Menuju jawa
Dari jalan ke jawa jaga-jaga,
Jika ada orang bugis
Hey, hey, ini mimpi
Kukan bakarmu jika kau harus pergi
Hey, hey, kubakan
Maka diriku
Jika kau baring di balai bambu
Kumimpi tentang amlapura
Tak pernah kulihat permata seindah ini
Kumimpi tentang amlapura
Lautan atau mimpi
Tentang patung putri
Hey, hey, patung raja,
Dikalungi mawar emas
Hey, hey, kanak-kanak, tewas di tempat
Oleh bedil-belanda
Dari kapal letaknya
Kumimpi tentang amlapura
Tak pernah kulihat permata seindah ini
Kumimpi tentang amlapura
Lautan atau mimpi
Tentang patung putri
Kumimpi tentang amlapura
Tentang patung putri
Hey, hey, ada kapal layar
Kumimpi tentang amlapura
Atas deknya dan kapal tempatnya
Dari jalan ke jawa
Dari jalan ke jawa....
song performed by David Bowie
Added by Lucian Velea
Comment! | Vote! | Copy!
